10 Gejala Demam Berdarah Dengue yang Sering Diabaikan. Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue, yang ditularkan melalui gigitan nyamuk jenis Aedes aegypti (dan juga kadang Aedes albopictus).

Di Indonesia dan wilayah tropis lainnya, penyakit ini merupakan ancaman kesehatan yang sangat nyata karena iklim, lingkungan dan gradien vektor nyamuk yang mendukung. Misalnya, pasca banjir atau musim hujan panjang, genangan air yang tak terkendali dapat menimbulkan banyak tempat berkembang biak bagi nyamuk.

Meskipun banyak kasus DBD yang dikenali dengan cepat karena demam tinggi dan gejala khas lainnya, masih ada banyak gejala “halus” atau kurang diperhatikan yang bisa jadi petunjuk awal atau pertanda bahwa kondisi bisa berkembang menjadi berat. Jika diabaikan, bisa berakibat fatal – masuk ke bentuk berat seperti dengue hemorrhagic fever atau dengue shock syndrome.

Kali ini akan membahas 10 Gejala Demam Berdarah yang sering diabaikan, dijelaskan secara detail dan mudah dipahami, disertai dengan informasi terkini dan tips agar Anda maupun orang di sekitar bisa mengenali dan bertindak cepat.


Mengapa penting mengenali gejala dengan cepat

Sebelum masuk ke rincian gejalanya, ada beberapa hal penting yang perlu dipahami:

  • Waktu inkubasi virus dengue biasanya 4–10 hari setelah gigitan nyamuk yang membawa virus.
  • Banyak orang terinfeksi tidak menunjukkan Gejala Demam Berdarah atau hanya gejala ringan.
  • Bila gejala muncul, bisa mirip flu ringan: demam, nyeri tubuh, mual, ruam. Karena itu sering dianggap tidak serius atau tertukar dengan penyakit lain.
  • Risiko menjadi bentuk berat meningkat pada infeksi ulang virus dengue (ada beberapa serotipe) dan pada kelompok usia muda/lanjut, serta di lingkungan dengan kontrol nyamuk yang buruk.
  • Menurunnya demam tidak selalu berarti pasien sudah membaik — pada fase kritis dengue bisa muncul komplikasi sesudah demam mereda.

Karena itu, mengenali gejala–gejala “yang sering diabaikan” tersebut dapat membantu mencegah terlambat penanganan.


1. Demam tinggi mendadak dan “kurang istirahat”

Gejala paling tampak dari DBD adalah demam tinggi mendadak — tapi seringnya “tinggi lalu turun” dan kemudian dikira sudah mulai pulih padahal belum.

Detailnya:

  • Suhu tubuh bisa mencapai hingga ~40 °C (104 °F) atau lebih.
  • Demam ini umumnya muncul 4–10 hari setelah gigitan nyamuk yang terinfeksi.
  • Karena demam tinggi, orang cenderung banyak istirahat, tapi kadang karena harus kerja atau aktivitas tetap jalan, maka tubuh tak mendapat cukup istirahat — ini dapat melemahkan sistem imunitas dan memicu komplikasi.
  • Setelah beberapa hari, demam mungkin turun secara tiba-tiba dan pasien merasa “mulai membaik” — sering kali sinyal ini diberi arti bahwa kondisi membaik, padahal justru fase kritis bisa mendekat jika ada kebocoran plasma (leakage) atau komplikasi.

Mengapa sering diabaikan:
Karena demam tinggi sering dianggap flu biasa atau “kuman biasa saja”, sehingga banyak orang tidak segera ke dokter atau melakukan pemeriksaan darah. Padahal waktu sangatlah penting di DBD.


2. Nyeri di mata (terutama di belakang bola mata) dan nyeri otot/bahu/pinggang

Salah satu gejala yang khas namun sering dianggap “biasa” adalah nyeri di mata — khususnya di belakang bola mata — serta nyeri otot dan sendi yang sangat kuat.

Detailnya:

  • Nyeri di belakang bola mata (orbit) bisa terasa seperti tekanan atau sakit ketika mata digerakkan.
  • Nyeri otot, sendi, dan tulang: kadang disebut “break-bone fever” karena rasa nyerinya bisa tajam di otot/persendian.
  • Sering rasa sakit ini dicampur dengan nyeri tubuh biasa sehingga orang menganggapnya sebagai flu atau pegal biasa.
  • Nyeri ini juga bisa membuat orang menjadi malas bergerak, mengurangi asupan cairan atau makan karena tidak nyaman.

Mengapa penting:
Jika Anda mengalami nyeri hebat di mata atau otot/sendi secara tiba-tiba bersamaan dengan demam tinggi, patut dicurigai DBD — lebih dari sekadar flu. Mengenali ini bisa mempercepat diagnosis.


3. Ruam kulit atau bercak merah yang muncul kemudian

Ruam adalah gejala yang sering muncul pada DBD namun sering diabaikan atau dikira alergi atau gigitan nyamuk biasa.

Detailnya:

  • Ruam dapat muncul 2 hingga 5 hari setelah munculnya demam atau bersamaan dengan demam.
  • Bentuk ruam bervariasi: bisa berupa bercak-merah halus, atau bintik-bintik merah kecil yang menyebar ke seluruh tubuh.
  • Kadang muncul setelah demam mereda, menimbulkan kesan bahwa gejala baru muncul ketika kondisi sudah mulai membaik — ini bisa membuat orang lengah.
  • Ruam bersama demam tinggi dan nyeri tubuh sebaiknya tidak diabaikan.

Mengapa sering diabaikan:
Karena ruam dapat tampak ringan, atau muncul kemudian sehingga pasien merasa “demam sudah mereda – ini tinggal eks-ruam saja”. Padahal saat itu kondisi bisa memburuk.


4. Mual, muntah atau rasa tidak nyaman di perut

Meskipun nyeri otot dan demam tinggi sering jadi gejala initial, keluhan gastrointestinal seperti mual atau muntah sering dianggap “keracunan makanan” atau “virus perut” dan bukan langsung dikaitkan dengan DBD. Padahal dalam DBD gejala ini bisa penting.

Detailnya:

  • Mual atau rasa ingin muntah muncul cukup sering. Studi di Indonesia menunjukkan mual ditemukan sekitar 34,7 % pasien DBD dalam penelitian tertentu.
  • Muntah bisa terjadi, seperti muntah satu‐dua kali atau lebih. Bila muntah terus-menerus dan tidak membaik, risiko komplikasi meningkat.
  • Rasa tidak nyaman di perut, kurang nafsu makan, dan kadang diare ringan bisa muncul.
  • Bila muntah dan demam berlangsung bersamaan, penting mempertimbangkan DBD—apalagi jika faktor lain seperti lingkungan kandang nyamuk ada.

Mengapa Sering Diabaikan:
Tanda ini dianggap ringan atau sebagai bagian dari “flu perut” atau “virus makan” — sehingga pengobatan sendiri di rumah tanpa kontrol cepat bisa terjadi.


5. Nyeri atau sakit di bagian perut, terutama bawah atau sisi kanan atas

Gejala Demam Berdarah ini bisa menjadi warning sign bahwa DBD bisa berkembang menjadi bentuk berat. Karena letaknya yang menyerupai masalah lambung atau ginjal, sering salah diagnosis.

Detailnya:

  • Pada kasus DBD yang berat, muncul rasa sakit perut yang intens, sering di bagian bawah atau di sisi kanan atas abdomen (area hati atau kantong empedu bisa terlibat).
  • Rasa sakit ini bisa tajam, menetap, atau memburuk terutama setelah demam mulai reda.
  • Jika dibiarkan tanpa tindakan, dapat berkembang menjadi kebocoran plasma, penumpukan cairan, sampai syok.

Mengapa sering diabaikan:
Karena biasanya sakit perut dianggap “gas” atau “maag” atau “infeksi usus” sehingga tidak langsung ke dokter. Dalam DBD, keterlambatan pengakuan pada sakit perut bisa fatal.


6. Penurunan jumlah trombosit (platelet) dan pendarahan ringan (gusi, hidung, mimisan)

Salah satu karakteristik penting dari DBD adalah penurunan jumlah trombosit di dalam darah, yang meningkatkan risiko pendarahan. Namun pendarahan ringan sering dianggap “biasa” dan tidak langsung dikaitkan dengan DBD.

Detailnya:

  • Trombosit adalah sel darah yang membantu pembekuan. Saat infeksi dengue, pembuluh darah bisa rusak dan trombosit bisa turun — terjadi kebocoran plasma dan risiko perdarahan.
  • Pendarahan ringan bisa berupa:
    • Mimisan (hidung berdarah)
    • Gusi berdarah saat menyikat gigi
    • Bintik-bintik merah kecil (petechiae) di kulit
    • Memar atau lebam tanpa sebab jelas
  • Gejala pendarahan ini bisa muncul setelah demam menurun — sebuah sinyal bahwa kondisi bisa memburuk.

Mengapa sering diabaikan:
Karena pendarahan ringan dianggap akibat “sikat gigi terlalu keras”, “hidung kering”, atau “jumlah tidur kurang”. Padahal bila terjadi setelah demam dan dalam konteks lingkungan endemik, harus dicurigai DBD.


7. Kelelahan berat atau kantuk yang berlebihan setelah demam mulai mereda

Setelah fase demam, banyak pasien merasa mulai membaik — namun di Gejala Demam Berdarah fase kritis bisa datang setelah demam mereda. Kelelahan yang ekstrem atau rasa haus yang sangat bisa menjadi tanda bahwa kondisi memburuk.

Detailnya:

  • Pasien mungkin merasa “tidak punya tenaga” padahal demam sudah turun — ini berbeda dari kelelahan biasa karena flu.
  • Bisa timbul rasa haus yang kuat (polidipsia), kulit terasa dingin atau pucat — ini bisa menjadi tanda kebocoran plasma.
  • Bila ditambah gejala lain seperti gampang gelisah, iritabel, atau napas cepat, maka harus segera dievaluasi ke dokter.

Mengapa sering diabaikan:
Karena pasien atau keluarganya menyangka demam sudah turun berarti kondisi membaik, sehingga kelelahan dianggap normal. Padahal ini bisa fase kritis.


8. Napas cepat atau sulit bernapas serta denyut nadi yang cepat

Gejala pernapasan dan sirkulasi ini termasuk tanda bahaya atau warning sign dari DBD yang serius – sering diabaikan karena muncul setelah gejala awal, dan kadang tidak langsung dikaitkan dengan DBD.

Detailnya:

  • Napas menjadi cepat atau dangkal, pasien bisa merasa kesulitan bernapas walaupun tidak ada riwayat penyakit paru.
  • Denyut jantung cepat atau detak jantung tidak teratur bisa muncul akibat syok atau kebocoran plasma.
  • Kulit bisa terasa dingin, lembab dan pasien bisa tampak pucat atau berkeringat dingin — ini semua sinyal bahwa tubuh sedang mengalami kegagalan sirkulasi.

Mengapa sering diabaikan:
Karena pasien atau keluarga mungkin pikir “hanya capek berat” atau “belum makan”, padahal gejala-sirkulasi ini menandakan kondisi yang memerlukan penanganan segera.


9. Tinja atau muntah mengandung darah, atau warna urin berubah – pendarahan internal

Pendarahan internal adalah salah satu komplikasi paling serius dari DBD. Gejala ini sangat berbahaya dan sering diabaikan atau terlambat ditangani.

Detailnya:

  • Muntah darah atau muntah bercampur darah (hematemesis)
  • Tinja berwarna hitam kompak (melena) atau berdarah merah
  • Urin yang berubah warna (kemungkinan darah di dalam urine)
  • Bila muncul, ini adalah sinyal kuat bahwa kondisi telah memasuki fase berat — pasien harus segera ke rumah sakit.

Mengapa sering diabaikan:
Karena pendarahan internal bisa terjadi secara mendadak setelah pasien merasa mulai membaik (setelah demam turun). Bahkan beberapa pasien tidak menyadari bahwa warna tinjanya berubah, atau muntah darah diabaikan sebagai “maag” atau “muntah biasa”.


10. Penurunan tekanan darah, syok, atau kebocoran plasma (cairan tubuh bocor dari pembuluh darah)

Ini adalah tahap paling kritis dari DBD: kondisi yang sangat berbahaya dan sering terjadi jika gejala sebelumnya diabaikan.

Detailnya:

  • Kebocoran plasma: pembuluh darah rusak dan plasma (bagian cair darah tanpa sel) keluar ke ruang jaringan, menyebabkan volume darah efektif turun → syok.
  • Sinyal syok meliputi: kulit sangat pucat, dingin, kelemahan ekstrem, denyut nadi cepat dan lemah, tekanan darah turun, pasien bisa muntah terus-menerus atau mengalami penumpukan cairan di paru (edema paru) → sulit bernapas.
  • Fase ini sering terjadi 3–7 hari setelah onset gejala awal, terutama saat demam sudah mereda.
  • Di rumah sakit pasien bentuk berat memerlukan perawatan intensif, penggantian cairan intravena, dan pengawasan ketat.

Mengapa sering diabaikan:
Karena pasien dan keluarga mungkin berpikir “demam sudah turun, berarti sudah aman”, padahal kebocoran plasma terjadi setelah demam mereda. Jika tidak cepat ditangani, risiko kematian meningkat.


Tips Mengenali dan Bertindak Cepat

Berikut beberapa langkah praktis agar Anda dan keluarga bisa lebih waspada terhadap DBD dan bertindak cepat:

  1. Catat gejala sejak awal: Jika demam tinggi tiba-tiba (>= 39–40 °C), disertai nyeri otot/sendi berat, nyeri di mata, ruam atau mual/muntah — segera pertimbangkan DBD, jangan tunggu terlalu lama.
  2. Evaluasi faktor risiko lingkungan: Apakah ada area genangan air, banyak nyamuk, musim hujan/banjir baru meluruh? Di Indonesia, kondisi seperti itu sering meningkatkan risiko.
  3. Pantau tanda-tanda peringatan: Jika setelah 2-3 hari demam mulai turun tetapi muncul sakit perut hebat, muntah terus, pendarahan ringan, sangat lelah, atau napas cepat — segera ke fasilitas kesehatan.
  4. Jangan hanya anggap “flu biasa”: Jika gejalanya lebih intens dari flu, atau ada gejala seperti nyeri di belakang mata atau ruam khas — jangan abaikan.
  5. Hindari obat yang bisa memperparah perdarahan: Dalam DBD, hindari aspirin atau ibuprofen karena dapat meningkatkan risiko pendarahan. Gunakan parasetamol atas petunjuk dokter.
  6. Pastikan cukup cairan dan istirahat: Pasien DBD harus banyak istirahat, minum banyak cairan, dan pantau kondisinya secara rutin.
  7. Tindak pencegahan vektor: Comunity action untuk menguras/menutup bak air, tutup genangan, gunakan kelambu atau repellent — ini sangat penting karena “pencegahan lebih baik daripada pengobatan”.
  8. Pemeriksaan medis bila mencurigakan: Jika salah satu dari gejala di atas muncul dengan konteks kemungkinan DBD, segera ke dokter untuk pemeriksaan darah (trombosit, antibodi dengue) serta pemantauan.

Tren dan Informasi Terkini

  • Kasus DBD secara global melonjak dalam dua dekade terakhir: menurut World Health Organization (WHO), insidensi global meningkat hingga 8 kali lipat sejak tahun 2000.
  • Di wilayah Asia-Pasifik dan tropis seperti Indonesia, perubahan iklim, urbanisasi tak terkendali, genangan air di area perkotaan menjadi faktor risiko utama peningkatan kasus.
  • Meskipun belum ada obat khusus yang menyembuhkan virus dengue, dan vaksin hanya terbatas di beberapa kawasan dan kondisi, upaya penelitian terus dilakukan. Misalnya riset vaksin berbasis mRNA untuk dengue menunjukkan kemajuan awal.
  • Di Indonesia sendiri, instansi terkait sering mengingatkan bahwa pasca banjir atau musim hujan adalah periode rawan karena banyak tempat berkembang biaknya nyamuk Aedes.

Pesan Penutup

Meskipun banyak kasus DBD memang ringan dan sembuh dalam waktu 1 minggu, risiko terjadinya komplikasi berat tidak bisa diabaikan—terutama jika gejala-awal tidak dikenali dengan benar atau pasien/keluarga terlambat bertindak. Dengan 10 Gejala Demam Berdarah yang sering diabaikan di atas, Anda bisa lebih waspada dan tanggap terhadap kondisi yang mungkin tampak “sepele”.

Kalau Anda atau orang di sekitar Anda mengalami kombinasi gejala seperti demam tinggi mendadak + nyeri di belakang mata + ruam + mual/muntah + faktor lingkungan nyamuk tinggi — sebaiknya jangan tunggu lama. Segera periksakan ke fasilitas kesehatan dan pantau secara aktif.